Oleh : Irwan Setiawan*
Daerah Kamang ini terletak 12 kilometer sebelah timur dari Bukittinggi di distrik Agam, salah satu dataran tinggi yang dikelilingi oleh pegunungan di jantung Minangkabau, Sumatera Barat. Sungai Batang Agam berjalan melewati kawasan ini dan, pada abad kesembilan belas itu, setidaknya 12 nagari besar (Desa-desa Minangkabau) terdapat di daerah ini. Dalam periode itu masyarakat hidup sebagian dari petani (sawah) dengan daerah persawahan yang luas, bila kita menuju daerah perbukitan, lahan padi mekin berkurang, penduduk desa menyibukkan diri dengan kerajinan kayu dan tenun, atau menanam tanaman berharga seperti tebu, bawang, kentang, kopi dan cassia (kulit kayu manis liar) pada lahan kering di perbukitan. Seorang pengamat Belanda di bagian hilir dari daerah, Bukit Kamang, mencatat pada tahun 1832 bahwa,
"... Dilihat dari atas, memberikan penampilan sebuah
taman tertutup dengan bukit-bukit kecil, di mana rumah-rumah dinaungi/tertutup oleh pohon buah-buahan dan pohon-aren dan dikelilingi
oleh pisang dan tebu...Posisinya di lereng pegunungan dengan sungai yang
mengalir melalui distrik/daerah ini, sedangkan
kebun kopi banyak menghasilkan keuntungan “.
Basis ekonomi Kamang, adalah berdagang ke luar daerah,
daerah Kamang-Bukit adalah salah satu
nagari zaman dahulu yang ada di daerah Kecamatan Kamang Magek sekarang. Dahulu
ada Nagari Pauah, Nagari Kamang-Bukit, Nagari Tangah, Nagari Hilir. Sekarang
Kamang-Bukit mencakup jorong Pakan Sinayan, Bansa, Babukik, Halalang. Daerah
ini memang memiliki sawah yang cukup luas, namun tidak semua keluarga memiliki lahan yang luas, untuk itu mereka mengusahakan penghidupan
mereka pada kegiatan tukang dan berdagang. Di daerah ini ada juga lahan kering dengan tanaman
perdagangan (ladang) yang seperti pisang,
tebu, jagung, telur-tanaman, cabai, kacang tanah, mentimun.
Desa-desa di Kamang bukit mengalami perkembangan ekonomi di akhir abad kedelapan belas melalui permintaan dunia
untuk kopi dan kulit kayu manis. Dari
tahun 1740-an Eropa membutuhkan kulit
kayu manis, berlanjut dengan permintaan masyarakat dunia tahun
1790 untuk mendapatkan kopi, hasilnya masyarakat
berebut menanam kulit kayu manis dan kopi di
Minangkabau khususnya di Kamang bukit.
Kamang memenuhi kebutuhan internalnya akan beras
dengan mempertahankan desa-desa untuk bertanam
padi dan sebagian pindah ke perdagangan tanaman kopi dan kulit kayu manis. Awalnya mereka berutang terlebih dahulu untuk modal
mengembangkan kulit kayu
manis dan kopi. Daerah ini memiliki
ketinggian yang cocok di pegunungan untuk komoditas itu. Dengan adanya sawah, tradisi dagang dan majunya perkebunan kopi dan kulit kayu manis akhirnya mereka bisa berkembang.
Seperti di seluruh daerah Minangkabau, Kamang yang dihuni oleh kelompok-kelompok masyarakat milik garis keturunan yang diatur dengan suku, masing-masing berasal dari satu nenek moyang yang sama
dan dipimpin oleh seorang penghulu.
Secara bertahap, dari abad keenam belas, Islam datang
dengan dari Aceh menembus desa-nagari, dan mempengaruhi aturan garis keturunan yang telah ada dan berkembang di daerah
Minangkabau. Islam merambah kehidupan
Minangkabau di awali dari surau, surau telah
seperti rumah di mana laki-laki muda setelah
pubertas tinggal, jauh dari rumah. Rumah
diperuntukkan sebagai tempat tinggal perempuan dan anak-anak.
Penganut
Islam mulai belajar untuk lebih dekat dengan Allah atau berusaha mencari jalan untuk
dekat dengan sang Khalik nya, hal ini lebih berkembang dibanding pemberian ilmu dan pelajaran tentang hukum resmi Islam. Sufi berkonsentrasi pada mengikuti
tarekat (Arab= Tarika, jalan,
jalan) yang ditetapkan oleh guru atau Syekh, yang dipelajari di sekolah mereka
selama bertahun-tahun. Tarekat
dan sekolah bisa beradaptasi dengan sistem yang ada di surau Minangkabau tanpa gangguan, sehingga menjadi bagian dari kehidupan desa dan diterima dengan damai.
Tarekat
sufi utama yang berkembang di Agam adalah
Syattariyah. Kita tidak tahu pasti berapa banyak guru tarekat Syattariyah
yang ada di sekolah Kamang, tapi kita bisa tahu bahwa, ilmu-ilmu Islam yang diajarkan di surau
Minangkabau di awal abad kesembilan belas dengan kekuatan tarekat Syattariyah .
Surau-surau di Kamang dan surau di Agam umumnya dibagi dalam:
1. Surau kecil milik garis keturunan tertentu atau dengan
dasar suku di kampung atau dusun tertentu, disini dipelajari membaca Quran yang diajarkan oleh murid-murid Syekh yang
lebih maju dan lebih paham tentang tulis baca Al Quran. Kadang-kadang satu desa memiliki tiga atau lebih surau
kecil.
2. Surau yang lebih besar yang dipimpin oleh seorang guru yang disebut oleh
penduduk 'tuanku', dengan murid yang lebih banyak dan yang sangat dihormati disebut 'tuanku Syekh’. Surau ini
seperti bisa dikatakan sekolah-sekolah agama, muridnya banyak juga datang dari jarak yang cukup jauh. Mereka benar-benar berutang kesetiaan kepada tuanku mereka,
setidaknya dalam kasus sekolah yang lebih besar akan ada dimobilisasi oleh para tuanku dan juga untuk pemenuhan
kebutuhan mereka akan kebutuhan harian (makan-minum).
Di surau, tuanku
dan pembantu seniornya akan mengajarkan agama Islam, dengan alur
(kurikulum):
1. Ilmu pertama dimulai dengan mempelajari baca Alquran. Syattariyah adalah terekat dengan perintah ortodoks dan kaku, dengan menggunakan buku-buku instruksi serupa dengan
yang di Jawa, siswa belajar bahasa Arab, terutama tata bahasa, sebagai dasar
dari semua studi lanjut bagi mereka.
2. Setelah membaca Quran, mereka mempelajari fikih atau studi tentang hukum Islam, syariat, dalam
rangka untuk mempelajari kewajiban seorang Muslim yang baik.
3. Pada tingkat lanjut tuanku dan guru dalam berbagai surau besar akan mengajarkan
aturan tertentu, metode dan praktik-praktik keagamaan yang merupakan 'jalan'
yang ditetapkan oleh urutan mereka sendiri bagi pencari jalan
mendekatkan diri pada Allah. Syekh memiliki
kemampuan kajian rahasia Ilmu
(pengetahuan esoteris) mengenai metode pertahanan diri, berarti membuat diri
kebal dalam menghadapi senjata dan cara-cara konsultasi risalah numerologi
untuk memutuskan hari baik atau hari yang menguntungkan.
Sebuah surau besar akan menarik ratusan siswa. Secara
ekonomi, minat mereka mengharuskan mereka untuk mampu mencari
jalan untuk pemenuhan kebutuhan dengan jalan sistem perekonomian berdagang di desa. Dengan tumbuhnya perdagangan kopi dan kulit kayu manis di Kamang dari akhir abad kedelapan belas, maka masuk akal lah untuk menduga bahwa semua murid surau harus telah
mengambil bagian yang cukup besar di dalam system itu .
Beberapa deskripsi dari bagian akhir abad kesembilan
belas, termasuk satu pada tahun 1886 dari bagian dari Limapuluh Kota cukup
dekat Kamang:
"Saya melihat ada berbagai bangunan kayu kecil,
sementara kira-kira di tengah berdiri dua surau
besar, dibagian surau kecil ada gubuk
kecil, sebagai dapur dan sejumlah pohon kelapa yang sangat sarat dengan buah.
Pada surau kecil terdapat
tumpukan tinggi dan tampak persis seperti lapau [ Toko desa kecil] terutama
karena terlihat adanya tergantung tandan pisang dan buah lainnya, di jendela yang jelas untuk dijual. "
Dari
sini disimpulkan bahwa siswa perlu aktif untuk berjualan-berdagang hasil bumi untuk mendukung studi mereka. Selain berdagangan buah dan kebutuhan sehari-hari ada beberapa siswa akan menulis buku Arab kecil untuk pemula
atau buku yang mengajar car yang benar dalam berdoa, dan menjualnya. Ada juga siswa lainnya mengembangkan kerajinan seperti pertukangan. Tapi hal penting lainya adalah bahwa semua murid harus membantu tuanku untuk mengolah sawah nya. Para siswa juga tergantung pada sedekah dari masyarakat
umum. Dan sejumlah
besar surau di Kamang menunjukkan bahwa penduduk desa secara kolektif di dorong untuk menata
hidup dengan gaya hidup Islam.
Guru Minagkabau masa itu mengikuti kecenderungan ortodoksi umum di seluruh dunia
Melayu. ketika
keuntungan dari kulit kayu manis dan
perdagangan kopi mulai membanjiri ke desa-desa Kamang bukit Agam. Dari hal itu muncullah keinginan untuk penataan
kembali nilai-nilai di
masyarakat dengan
pembaharuan ajaran ortodoks para tuanku. Tuanku di Agam perlu berubah. Syattariyah
pindah dari pantai beberapa waktu abad ketujuh belas oleh rute perdagangan ke
desa-nagari. Perkembangan syattariah di beberapa daerah mulai
menjadi lebih modern dan makin maju. Namun tidak halnya di Kamang. Sehingga
tampaknya untuk perkembangan berikutnya Kamang
memasuki tahap reformasi dengan cara yang jauh lebih sensasional, di sini tidak
ada neo-Sufisme, Sufisme direformasi dan diinterpretasikan dengan cara baru di Empat Angkat.
Model masyarakat islam ideal dikembangkan oleh ajaran
Muhammad 'Abd al-Wahhab (1703-1792), meskipun kita tidak tahu sejauh mana
Paderi dari Kamang memahami pendekatan Wahhabi. Mereka mencoba mengikuti Wahhabi dalam mencoba menumbuhkan sebuah komunitas Islami di Kamang. Himbauan Abd al-Wahhab untuk reformasi masyarakat Islam berpusat
pada hal ketauhidan, kehidupan muslim, cara
mendekatkan diri dengan Tuhan. Umat Islam waktu itu dan generasi Muslim sebelumnya, telah mengabaikan hal ini. Hal yang
bertentangan dengan paham Wahhabi adalah adanya keyakinan yang nunjukkan keyakinan pada adanya sesuatu kekuatan atau seseorang selain Allah dan dengan demikian
dianggap syirik. Abd al-Wahhab, menjelaskan bahwa masyarakat Mushrikun (orang-orang syirik) perlu untuk di lawan. Mengucapkan syahadat (pengakuan iman) tidak cukup
untuk membuat satu seorang menjadi muslim sejati, sehingga komunitas muslim perlu mendapat petunjuk-pengajaran bahwa mereka bisa menjadi orang yang hidup sesuai dengan aturan yang ditetapkan dalam Alquran dan sunah dan membuat mereka
ideal.
Para Wahhabi di Mekkah mereka hadir selalu dalam kegiatan Shalat bersama, dengan larangan dilarang merokok tembakau dan melarang memakai pakaian
sutra dan penggunaan Rosario (semacam tasbih yang dibuat orang
non muslim). Pada jam shalat tentara Wahhabi berpatroli di jalan-jalan bersenjatakan
tongkat besar dan menyuruh
penduduk ke masjid walau dengan kekerasan.
Mereka mengutuk para siswa dan Syekh dari sufi karena mereka menilai mereka
dekat Allah dan karena itu mereka menentang
ibadah di makam-makam orang suci dan praktek menggunakan orang lain untuk
bersyafaat dengan Allah. Mereka sering menghancurkan makam, termasuk makam di Mekkah dan kubah penutup makam Muhammad di Madinah karena
seringnya orang-orang melakukan ritual disana. Dengan 1.804 Wahhabi yang berada dalam kendali penuh
dari Hejaz. Para Wahhabi di Mekkah membantai penduduk di sebuah pemukiman dalam perjalanan mereka ke Mekah karena tetap
melakukan hal yang bertentangan dengan Islam.
Kamang adalah daerah pertama di Agam dan semua Minangkabau yang mengadopsi semangat Wahhabi Arab sebagai model untuk
reformasi masyarakat Islam Minangkabau. Kekayaan baru yang diperoleh masyarakat dari perdagangan telah memungkinkan semakin banyak
individu untuk melakukan ibadah haji dan mereka menjadi peka terhadap perkembangan di kota suci. Jamaah dari Minangkabau yang berada di Mekkah ketika itu melihat banyak orang ditangkap oleh kelompok Wahhabi karena melakukan kebiasaan yang
bertentangan dengan Islam. Setelah
kembali, mereka memberitakan untuk adanya revolusi fundamentalis di Minangkabau.
Sosok Tuanku Nan Renceh tidak sejelas
namanya yang sudah begitu sering disebut dalam buku-buku sejarah. Putra Kamang
bertubuh kecil ini diyakini pula sebagai salah seorang tokoh proklamator dan
lokomotif utama Gerakan Paderi pada awal abad ke-19 silam. Nama
asli dari Tuanku Nan Renceh adalah Abdullah. Abdullah adalah putra dari Incik Rahmah, keturunan
suku Koto Nagari Kamang Mudik, yang lahir di Jorong Bansa, Nagari Kamang Mudik,
Luhak Agam, tahun 1762. Pengetahuan Agama dan pengetahuan umum Tuanku Nan Renceh pada awalnya diperoleh dengan melakukan terobosan dengan belajar di kampung
lain, tepatnya di surau Tuanku Tuo di Cangkiang, Luhak Agam. Abdullah kemudian
melanjutkan masa menuntut ilmunya ke Ulakan Pariaman. Kampung Tuanku Nan Renceh sendiri saat itu
telah aktif dalam budidaya kopi dan kayu kulit kayu
manis, dan
memberi hasil berupa
kekayaan bagi masyarakat disana.
Bergeraknya kelompok wahhabi berawal
pada tahun 1802 ketika “Tiga Serangkai” pulang dari Makkah, yakni Haji Miskin
dari Pandai Sikek (Pandai Sikat) Luhak Agam, Haji Muhammad Arief dari Sumanik,
Luhak Tanah Datar (dikenal dengan Haji Sumanik), dan Haji Abdurrahman dari
Piobang, Luhak Limopuluah Dikoto (dikenal dengan Haji Piobang). Ketiganya
dikenal dengan sebutan Haji Nan Tigo. Mereka mendalami ajaran Wahhabi saat
belajar di tanah suci Makkah hampir 10 tahun lamanya. Haji miskin sekembalinya
ke kampong halaman di pandai sikek, berniat melakukan perubahan, tetapi ia di
usir dan tak berhasil dalam usaha itu. Bagi Abdullah Tuanku Nan Renceh, kabar
“diusirnya” Haji Miskin justru membuat penasaran. Dalam pikirannya, kalaulah
apa yang dibawa Haji Miskin tak terlalu istimewa, tentulah perlawanan dari
orang kampung sendiri tidak sehebat itu. Ternyata benar. Ketika bertemu Haji
Miskin di tempat pengungsiannya, Nagari Ampek Angkek (Empat Angkat), Abdullah
mendapat pelajaran tentang pemurnian gerakan Islam. Ajaran ini sama dengan yang
digerakan oleh kaum Wahabi di jazirah Arab.
Haji Miskin datang ke Bansa sekitar 1805, Tuanku Nan Renceh dan salah saeorang Tuanku (Tuanku Nan
Gapuk) mengikuti prinsip ajaran aliran Wahhabi. Sebuah
reformasi seluruh masyarakat itu harus dicari, di mana Muslim itu harus tegas
dibedakan dari non-Muslim. Sekarang yang akan diserang tidak hanya desa penjahat, namun desa-desa
yang secara lahiriah terhormat tapi disana masyarakatnya dapat
dianggap sebagai bukan Muslim sejati karena penggunaan opium, tembakau,
betelnut, sabung ayam minuman beralkohol, dan perjudian. Untuk pertama kali rezim Paderi diperkenalkan ke Kamang.
Dalam catatan Buku Tuanku Rao banyak diungkapkan bahwa adanya
pembentukan Markas besar dengan pendidikan agama Islam serta Benteng Kamang .
Disana juga dibangun angkatan bersenjata dengan keunggulan Janytsar Cavallry
Islam yang bisa merekrut 32.000 personil tentara dengan keunggulan tehnik
pertempuran berkuda (cavalry) dibawah binaan Haji Piobang dan Haji Sumanik .
Sedangkan Haji Miskin dengan kemampuan bertempur di padang pasir (hermet),
terkenal dengan pertarungan hidup mati dalam hindari maut di padang pasir Timur
Tengah. Konon kedua Haji tersebut sudah terlatih dengan pertempuran Cavallary
dengan tentara Turki. Sehingga sekarang di daerah Aia Tabik kita bisa menemukan
sebuah makam dengan batu nisan bertulis nama Syech Istambul yaitu seorang
pelatih masukan dari Turki.
Di Bansa, Tuanku Nan Renceh mendirikan sebuah dewan khusus, disini pedagang yang pernah dirampok bisa mengajukan permohonan ganti rugi, ia juga
menyusun daftar desa bandit (desa yang mempertahankan tradisi
yang bertentangan dengan Islam) dan desa penjahat dan memulai serangkaian serangan terhadap mereka, bersama para siswanya. Menurut laporan Belanda
berdasarkan keterangan dari berbagai daerah Minangkabau tahun 1830-an, Tuanku Nan Renceh bertubuh tipis dan kecil perawakannya, tetapi memiliki emosi yang tinggi, matanya "berkaca dengan api yang tidak biasa
".
Salah seorang kerabat Tuanku Nan Renceh sendiri ternyata diam-diam menggunakan opium dan tembakau, ia di adili dan membiarkan mayatnya (tidak di urus secara Islami) . Semua orang merasa takut dengan Kamang Bukit di distrik Agam, tempat tinggal Nan Renceh. Dia menghapuskan suku atau administrasi keturunan di Kamang - baik Bansa (sebuah jorong di Kamang Mudiak
sekarang), Magek, Salo, dan Koto Baru. Serangan
kelompok Paderi biasanya keluar desa untuk menyerang kelompok non-Muslim (yang tidak taat akan aturan Islam) dan
juga menyerang kelompok-kelompok kafir Belanda, hal yang ditentang juga adalah sabung ayam. Di desa-desa atau nagari
yang dikuasai kelompok Paderi semua
sabung ayam, judi dan penggunaan tembakau, opium, sirih-pinang dan minuman
keras dihapuskan. Pendukung Paderi mengganti pakaian normal mereka dengan pakaian panjang mencapai ke pergelangan kaki, laki-laki
memakai jenggot sebagai tanda , dan sorban putih. Perempuan Paderi terselubung
dan mengenakan pakaian hitam. Tidak ada bagian tubuh yang boleh dihiasi
dengan perhiasan emas dan pakaian sutra. Sholat lima kali sehari dibuat wajib.
Sebuah sistem denda dilembagakan untuk pelanggaran aturan-aturan ini. Hukum
Islam ditegakkan di desa-desa. Dalam tahun 1820-an, pengikut
golongan radikal itu makin banyak di Luhak Nan Tigo. Mereka mewajibkan kaum
lelaki memelihara jenggot, yang mencukurnya didenda 2 suku [1 suku = 0,5
Gulden); memotong gigi didenda seekor kerbau; lutut terbuka didenda 2 suku;
wanita yang tidak pakai burka didenda 3 suku; memukul anak didenda 2 suku;
menjual/mengkonsumsi tembakau didenda 5 suku; memanjangkan kuku, jari dipotong;
merentekan uang didenda 5 shilling; meninggalkan shalat pertama kali didenda 5
suku, jika mengulanginya dihukum mati.
Usai shalat Shubuh di surau-surau, Tuanku
Nan Renceh menurunkan Laskar Paderi keliling kampung. Mereka bertugas memeriksa
batu tapakan yang sudah disediakan di setiap pintu masuk rumah penduduk.
Apabila batu itu basah, diketahuilah bahwa penghuni rumah sudah melaksakan
shalat Shubuh. Tapi bila tidak, penghuni rumah akan langsung diinterogasi.
Andai belum shalat karena tertidur, maka diperintahkan segera menunaikan
shalat. Bila tiga kali didapati tidak juga menunaikan shalat--ditandai dengan
batu tapakan yang tidak basah--maka penghuni rumah harus bertaubat kepada Allah
Subhanahu wa Ta'ala. Akan tetapi bila kemudian terbukti meninggalkan shalat
kembali, maka penghuni rumah harus meninggalkan nagari. Nan Renceh juga
berhasil membudayakan pakaian jubah putih bagi laki-laki dan kerudung bagi
perempuan. Bagi mereka yang akan dipilih menjadi wali nagari (kepala
pemeritahan nagari) harus mampu menjadi imam shalat berjamaah. Hukum Islam yang
ditegakkan kaum Paderi dalam masa kepemimpinan Nan Renceh sangat tegas dan
berwibawa. Di daerah Kaluang pernah terjadi suatu pemeriksaan majid dan surau
disana, karena banyaknya masjid dan mushalla yang tidak menyelenggarakan shalat
5 waktu, menyebabkan Tuanku Nan Rencah marah dan memerintahkan untuk di bakar,
hanya 1 surau yang masih rutin dengan kegiatan keagamaan. Surau ini tidak di
bakar, sehingga dinamai Surau Tingga (satu-satunya surau yang di
tinggalkan-tidak dibakar, karena rutin dengan kegiatan keagaannya).
Tuanku Nan Renceh membentuk kelompok
sendiri yang terkenal dengan sebutan “Harimau Nan Salapan” yang militan, yaitu:
1. Tuanku di Kubu Sanang,
2. Tuanku
di Ladang Lawas,
3. Tuanku
di Padang Luar,
4. Tuanku
di Galuang,
5. Tuanku
di Kota Hambalau,
6. Tuanku
di Lubuk Aur,
7. Tuanku
di Bansa,
8.
Tuanku Nan
Renceh,
Bala bantuan Belanda yang dikirim dari Batavia untuk mengatasi
perang Paderi yang makin berkobar di Minangkabau, dan membuat pasukan Belanda
yang ada menjadi kewalahan dan nyaris kalah. Hal itu karena sejak 1832 telah
bersatunya pasukan Paderi dan pasukan adat yang awalnya berselisih sejak.
Mereka melakukan pertemuan rahasia di lereng Gunung Tandikat dengan hasil akan
bersatu padu menentang Belanda, dan menghapus perselisihan dan pertenetangan
selama ini.
11 Januari 1833 pimpinan Paderi diserahkan dan
dipercayakan pada Tuanku Imam Bonjol, sebagai pengganti Tuanku Nan Renceh. Setelah
bantuan dari Batavia sampai ke Minangkabau,
hal ini berlanjut dengan berbagai serangan ke daerah Kamang. Pada
tanggal 9 dan 10 Juli 1833 Kamang diserang dari 4 penjuru :
1. Dari jurusan
Suliki melalui Bukit Batu Bajak, Melewati daerah batas antara Agam dan
limapuluh kota, dipimpin oleh Mayor De Quay.
2. Dari jurusan
Bukittinggi melalui Guguak Bulek, Gadut, Tilatang, dibawah pimpinan Van Der
Taak.
3. Dari jurusan Bukittinggi
melalui tanjung alam, kapau, bukik kuliriak, magek, pintu koto, dibawah
pimpinan mayor du bus.
4. Dari jurusan Baso
melaui salo, dipimpin oleh overste elout dan kapten riezs.
Pada tanggal 9
juli, pasukan paderi mampu menahan serangan belanda, bahkan mayor
du bus dan 100 pasukan lainnya tewas.
Elout da reisz dipukul mundur. Namun di tanggal 10 juli, dengan turun nya
pasukan belanda dari suliku membuat pasukan paderi terkepung, dan kalah.Pasukan
Belanda terbukti terlalu kuat dan pada bulan
Juli semua desa Kamang diambil. Semangat perlawanan di Kamang tetap kuat, namun,
meskipun semangat religius masih menyala namun sekarang mengambil bentuk lain dari ajaran yang dianut oleh Paderi dan pasti tampaknya telah secara
bertahap pindah kembali ke konsep dan lembaga pra-Paderi.
Seorang perwira Belanda menulis tentang periode Januari
1834:
"Selama
beberapa bulan di sana telah tinggal di Kampung dari
Batuputih di
Kabupaten Agam Kamang. Disitu orang Paderi diakui dan di anggap orang suci dan menyebut dirinya Daulat. Karena itu
ketenaran sebagai seorang suci telah menarik banyak orang, dengan karakter itu ia
memunculkan fanatisme penduduk, ia memiliki banyak pengikut. Dia
mengingatkan orang-orang untuk tidak
lagi mematuhi Bupati Agam,
tetapi di suruh untuk membunuhnya. Ia
meyakinkan mereka (penduduk) bahwa
pasukan kita (pasukan Belanda) di kemudian hari akan diwajibkan untuk meninggalkan dataran tinggi untuk pergi ke daerah
pesisir/pantai ".
Orang
suci itu mengatakan pada pengikutnya bahwa ia telah mengepung seorang perwira
Belanda dengan roh-roh jahat dan dengan ini telah memaksa dia untuk
meninggalkan posnya, dia juga memaksa pasukan Belanda lainnya untuk kembali.
Sejumlah besar orang berbondong-bondong menemui orang suci itu, bahkan dari kabupaten pesisir, dan pada pertemuan besar
diadakan di Batuputih itu memutuskan untuk menolak perintah Belanda untuk
bekerja di jalan (mempekerjakan penduduk untuk membuat jalan). Kamang
kembali menjadi sebuah kamp bersenjata dan personil Belanda beberapa tentara
diserang di jalan-jalan sekitar Bukittinggi. Benteng Belanda juga dibakar.
Belanda membalas dengan melakukan pembakaran di Batuputih Kamang, tapi daerah ini tetap terkenal karena menentang kekuasaan Belanda.
Cerita tentang meninggalnya
sosok penting dari kelompok paderi yaitu Tuanku Nan Renceh memeiliki beberapa
versi, hal itu akibat tidak diketahuinya berita tentang kematian beliau secara
pasti dan tertulis. Dari beberapa versi yang ada di masyarakat diantanya :
1. Tuanku Nan Renceh
meninggal dalam masa perang paderi, dan dibawa ke kampung Bansa, dan
dikebumikan disana, di kampong Pisang, Jorong Bansa.
2. Tuanku Nan Renceh meninggal karena
diserang musuh beliau. Pada masa hidupnya Tuanku Nan Renceh tidak dapat
didekati dan dijatuhkan oleh siapa pun dari kalangan musuh beliau. Untuk itu
mereka (musuh Tuanku nan Rencah) telah bersepakat mencari jalan dan mendatangi
beliau beramai-ramai dengan memegang sebatang galah panjang setiap seorang.
Mereka mengelilingi beliau dan menggunakan galah panjang tersebut untuk
menjatuhkan Tuanku Nan Rencah. Setelah beliau terjatuh mereka beramai-ramai
menoreh kulit beliau dengan pisau cukur ( amat tajam) hingga beliau meninggal
dunia.
3. Tuanku Nan Renceh meninggal karena di
tinggam oleh musuh beliau di surau Mejan-Bansa dan di makamkan di tanah bako
beluau (Dt. Mangkudun-suku Pisang).
4. Tuanku Nan Renceh dalam sebuah versi
cerita tentang meninggalnya diawali dengan sekembali dari peperangan membentu
Tuanku Imam Bonjol di Kumpulan-Bonjol (setelah meninggalnya Tuanku Nan Renceh,
perjuangan kelompok Paderi dipimpin oleh Tuanku Imam Bonjol yang sebelumnya
adalah salah seorang panglima dari Tuanku nan Renceh) beliau kedatangan seorang
tamu yang tak beliau kenal dengan membawa Al-Quran dan tongkat. Dalam
perkiraannya tamu ini adalah utusan Belanda yang di suruh untuk menemui Tuanku
Nan Renceh, dan kemudian menyerangnya dengan kebatinan untuk membunuh beliau.
Setelah pertemuan itu ternyata di daerah Baso, Belanda dan anak buahnya membuat
patung yang di perkirakan mirip dengan Tuanku Nan Renceh. Disandarkan di kayu
Miza, dan dengan ilmu kebatinan dan jampi-jampi ditembaki. Saat itu Tuanku Nan
Renceh yang sedang mengembala itik di dekat surau mejan tersungkur dan
meninggal.
5. Menurut beberapa sumber yang saya
kutip ada juga yang menyatakan Tuanku nan Renceh meninggal karena sakit, bukan
karena berperang dengan Belanda.
Tapi walau berbagai versi yang ada, satu hal yang pasti bahwa semangat
juang dan banyak nilai-nilai positif telah di ajarkan oleh Nyiak Enceh (sebutan
dari masyarakat setempat bagi Tuanku Nan Renceh) bagi kita semua.
Pada
Januari 1835 ada lagi gejolak di sana, yang juga melibatkan orang suci, dan pasukan Belanda kembali dikirim masuk ke Kamang. Pergolakan
Islam berikutnya di Kamang adalah tahun 1908, meski ada gladi resik atau persiapan untuk itu pada tahun 1896.
Dalam aturan sementara
kolonial Belanda atas Minangkabau, diperkenalkan sistem regulasi budi daya kopi paksa hal ini diperkenalkan pada tahun 1847 untuk mendukung keuangan
negara. Dalam hal administratif,
Kamang seperti daerah lainnya di Agam yang ditetapkan laras dengan larashoofd
untuk mengawasi produksi kopi.
Tapi rakyat Kamang yang dalam jangka panjang telah menunjukkan perlawanan mereka terhadap kekuasaan kolonial
melakukan perlawanan dengan cara lain, bagi yang
tidak melawan secara peperangan atau perjuangan bersenjata, secara khusus mereka pindah ke tanaman lain selain kopi.
Pada saat yang sama mereka menghabiskan sebagian besar energi mereka dalam
membangun jaringan luas surau Islam dikhususkan untuk tarekat Syattariyah dulunya walau sebagian telah hancur selama periode Padri. Masyarakat Kamang melakukan upaya untuk menghindari rodi dan pekerjaan lainnya di jalan-jalan dan proyek untuk membangun
infrastruktur untuk sistem budidaya
kopi dan memberikan lebih banyak waktu untuk belajar di surau, menarik diri
dari kedua lingkungan fisik dan intelektual mereka. Bahkan sekolah-sekolah
sekuler yang sudah mulai berkembang sebelumnya di desa-desa Paderi tidak
didukung oleh rakyat Kamang. Mereka menyibukkan diri dengan
mendalami agama.
KESIMPULAN DAN PELAJARAN
Bagi
kita generasi muda, setelah mebaca dan mempelajari tentang kemunculan kelompok
Paderi di Kamang, kita bisa mengambil kesimpulan bahwa :
1. Nagari kita
Kamang, Kamang Mudiak khususnya adalah nagari penting yang terkenal sampai ke
dunia luar, sebagai nagari pejuang yang berani dan tangguh melawan kejahatan
dan penjajahan, sehingga kita harus bangga dan menjaga nilai-nilai itu dan
bangga dengan nagari ini.
2. Paham Wahhabi
adalah paham yang di kembangkan di Arab, untuk beberapa hal tidak bisa
disamakan dengan daerah kita, karena kita memiliki masyarakat, keturunan, alam
dan budaya yang berbeda, sehingga tidak bisa kita bertindak keras dan radikal
seperti masayarakat di jazirah Arab. Kita harus tetap memperhatikan nilai
toleransi, nilai adat istiadat, kecuali hal yang bertentangan dengan aqidah dan
ibadah. Namun untuk hal muamalah atau amalan untuk hubungan dengan sesama
manusia kita harus tetap memperhatikan dan berusaha memahami nilai adat
Minangkabau.
3. Semangat belajar
masyarakat zaman dahulu ternyata sangat besar, sehingga daerah kita Kamang
Mudiak ini di datangi oleh pemuda dan pelajar dari daerah lain yang ingin
menuntut ilmu. Kita sebagai generasi muda harus mengambil nilai tersebut dengan
tetap semangat dalam belajar, baik belajar dalam hal ilmu pengetahuan umum yang
bersifat duniawi di bangku sekolah, apalagi ilmu pengetahuan agama di surau,
mushalla, masjid, MDA, dan di wirid pengajian.
4. Tuanku Nan
Renceh adalah salah satu dari orang asli Kamang Mudiak-Bansa yang menjadi orang
penting di zamannya, kita dari generasi muda harus merasa bangga dan
termotivasi untuk bisa menjadi seseorang yang sukses, bisa berbuat banyak dalam
memajukan dan membangun nagari tercinta.
5. Dalam hal urusan
Agama kita haruslah mematuhi dan mengikuti ajaran Islam dengan sebaik-baiknya
dengan menjalankan rukun Islam dan memantapkan rukun Iman. Dan sebagai hal yang
wajib pula bagi kita untuk mendalami adat istiadat Minangkabau sehingga nilai
dan norma adat itu tidak makin pudar, untuk menciptakan masyarakat yang ber
adab (agama) dan ber adat.
Semoga tulisan pendek ini memberi
semangat dan motifasi bagi kita semua untuk berbuat yang tebaik dalam semua hal,
mencapai prestasi di dunia pendidikan dan kerja dan tetap menghargai jasa
pahlawan.
Sumber Bacaan
1. DOBBIN,
Christine, “MANIFESTATIONS DE L'iSLAM,
Islamic Fervour as a Manifestation of Regional Personality in Colonial
Indonesia : The Kamang Area, West Sumatra, 1803-1908”, Paris, Archipel,
1998.
2. www.tuankunanrenceh.blogspot.com di susun
dari Malay Concordance Project ini didasarkan pada Surat Keterangan Syeikh
Jalaluddin karangan Fakih Saghir, ed. E. Ulrich Kratz & Adriyetti Amir,
Kuala Lumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka, 2002.
3. Tim Penyusun
Sejarah Perang Kamang 1908, “Bunga Rampai
Perang Kamang 1908”, Kamang Mudiak, 2008.
5. www.sukoharjo82.blogspot.com “Sejarah
Tuanku Nan Renceh Membangun Markas Islam” bersumber dari buku sejarah
“Pongkinangongolan Sinambela Gelar Tuanku Rao“
6. Panji
Islam www.hidayatullah.com “Penegak Syariat Islam di
Ranah Minang“
7. www.naskahkuno.blogspot.com “Kontroversi Kaum Paderi: Jika Bukan Karena
Tuanku Nan Renceh” Suryadi, dosen dan peneliti pada
Talen en Culturen van Zuidoost-Azië en Oceanië, Universiteit Leiden, Belanda
(homepage: www.indonesisch.leidenuniv.nl; s.suryadi@let.leidenuniv.nl).
8. www.sejarahnusantara.com “Perang Padri, 1803-1838 dan Keterlibatan Belanda”.
Data Pribadi
Nama Lengkap :
IRWAN SETIAWAN,S.Pd.
Tempat, Tgl Lahir : Pakan Sinayan, 16 Agustus 1981
Alamat Rumah : Jorong Pakan
Sinayan, Kamang Mudiak, Kec.Kamang Magek, Agam.
Email : irwansetiawan81@gmail.com
Website : www.keretaunto.web.id
Tidak ada komentar:
Posting Komentar