Oleh : Irwan Setiawan*
Pengantar
Kamang, dulu merupakan sebuah
Kelarasan yang mencakup Aua Parumahan, Surau Koto Samiak, Suayan, dan Sungai
Balantiak. Setelah zaman kemerdekaan, Kamang terbagi menjadi dua nagari yaitu
Kamang Hilir dan Kamang Mudiak. Aua Parumahan menjadi Kamang Hilir dan Surau
Koto Samiak menjadi Kamang Mudiak, sementara Suayan dan Sungai Balantiak masuk
ke wilayah Kabupaten 50 Kota, karena secara geografis letaknya memang
dipisahkan oleh bukit barisan dari wilayah Aua Parumahan dan Surau Koto Samiak
yang sekarang masuk wilayah Kabupaten Agam. Kamang Hilir dan Kamang Mudiak
selanjutnya merupakan wilayah Kecamatan Tilatang Kamang, dan akhirnya membentuk
Kecamatan sendiri Kamang Magek (Nagari Kamang Hilir, Kamang Mudiak di tambah
Nagari Magek). Pada masa dahulu (masa kolonial) Bukittinggi yang lebih dikenal
dengan nama Fort De Kock menjadi
pusat pemerintahan di Agam Tua (Belanda; Oud
Agam). Wilayah kekuasaan Residen yang berkantor di Fort De Kock mencakup Bukittinggi sekarang dan daerah yang sekarang
lebih dikenal dengan nama Agam Timur. Beda dengan masa dahulu dimana
birokrasinya di satukan pada masa sekarang birokrasi antara Bukittinggi dan Kabupaten
Agam dipisah, sehingga timbul sedikit jarak antara Bukittinggi dan Agam
(terutama Agam Timur).
Perang
Kamang 1908 adalah perang terbuka yang meledak pada 15 Juni 1908 dan merupakan
salah satu puncak dari kemelut suasana anti penjajahan rakyat Sumatera Barat
dalam menentang penjajahan Belanda. Di sini akan terlihat gambaran nyata dari
bentuk semangat dan pengorbanan rakyat Kamang, baik kalangan adat, agama,
cerdik pandai, pemuda/pemudi, bahkan kaum ibu dalam melawan serta berusaha mengusir
Belanda, yang dari segi politis dapat dikatakan sebagai bukti sumbangan yang
pernah mereka tunjukkan kepada Bangsa Indonesia.
Kesadaran anti terhadap penjajahan yang
diyakini Bung Hatta-pun dipercaya berawal dari peristiwa Perang Kamang
tersebut, hal itu dapat kita rujuk ketika sang proklamator melihat “urang
rantai” yang digiring Belanda lewat di depan rumah beliau, dan
Inyiak beliau berkata: “Tu urang Kamang nan malawan Bulando” (Memoir
Muhammad Hatta, 1979). Paman dari Bung Hatta pun pernah
menceritakan kejadian Perang Kamang kepada beliau sehingga di depan rumah
beliau di Bukittinggi sering terlihat penjagaan dan pemeriksaan terhadap
masyarakat yang masuk dan keluar kota Bukittinggi. Sjech Muh Djamil Djambek ulama terkenal dari
Bukittinggi pun selama bertahun-tahun datang secara rutin ke Kamang untuk membangkitkan
motivasi dan memberi bimbingan rohani bagi masyarakat yang menanggung beban
penderitaan dan trauma hebat akibat perang tersebut.
Latar Belakang
Pemberontakan Pajak yang meletus sepanjang
tahun 1908 di beberapa nagari di Sumatera Westkust (seperti; Nanggalo, Lubuak
Aluang, Parik Malintang, Kayu Tanam, Batusangkar, Lintau, Kamang, Manggopoh dan
Ulakan) disebabkan oleh peraturan baru mengenai pajak (sebesar 2%) yang
diterapkan oleh Belanda terhadap rakyat Minangkabau. Penetapan pajak yang
mencakup seluruh hewan ternak yang akan disemblih oleh rakyat, hal ini dinilai
memberatkan karena peraturan ini tidak hanya mencakup hewan yang akan
dikonsumsi oleh masyarakat akan tetapi juga hewan-hewan untuk upacara keagamaan
(kurban). Dan tanaman kopi pun akan di pungut pajak. Padahal ini adalah tanaman
utama yang ada di Kamang.
Adapula penyebab lainnya ialah
pelanggaran Belanda terhadap perjanjian Plakat Panjang yang dikeluarkannya pada
masa Perang Paderi, dimana salah satu isinya ialah “Pemerintah tidak akan
mengadakan pungutan-pungutan berupa pajak, hanya kepada rakyat dianjurkan
menanam kopi”. Sejak keluarnya Plakat Panjang masyarakat tidak lagi dipungut
pajak, namun di awal tahun 1908 masyarakat diminta menanam kopi dan
diperetengahan tahun tersebar kabar bahwa dari penanaman kopi itu akan di
pungut pajak (belasting).
Akhirnya muncullah perlawanan dari
rakyat, berbagai ketidak senangan ditunjukkan. Khusus di Kamang para pemimpin
mulai menyusun kekuatan untuk melawan kehendak Belanda yang ingin menghisap
darah rakyatnya. Rujukan utama dari masyarakat Kamang Mudiak mengenai
Perang Kamang ialah “Syair Perang Kamang” yang dikarang oleh Haji Ahmad Marzuki
putra dari Haji Abdul Manan. Kekuatan yang dihimpun saat itu dalam artian
kekuatan yang sangat sederhana dan sangat tradisional. Para parewa dan pendekar
dikumpulkan untuk melatih anak-anak muda dengan ilmu beladiri dan menggunakan
senjata seperti tombak dan parang. Di Jorong Durian, Kanagarian Kamang Mudik,
Kecamatan Kamang Magek ada sebuah gua yaitu Gua atau Ngalau Kamang, gua ini
pernah dipergunakan oleh para pejuang Agam sebagai tempat untuk mengatur
strategi dalam Perang Kamang, diantara tokoh yang pernah menggunakannya adalah
Haji Abdul Manan. Kemudian dikalangan umum beredar “isyu mistik” bahwa kekuatan
yang dihimpun oleh Syekh Haji Abdul Manan memberikan kekuatan mistik pada
pemuda Kamang, dengan cara memberikan azimat-azimat anti peluru. Hal ini
menjadi dasar penting dalam Syair Perang Kamang, karena ikhwal mula
tertangkapnya Haji Ahmad adalah karena Belanda mempercayai bahwa Syekh Haji
Abdul Manan, ayahanda Haji Ahmad menyebarkan azimat anti peluru itu sehingga
Syekh Haji Abdul Manan menjadi buruan utama oleh Belanda.
Dalam pencarian itu Haji Ahmad
dijadikan sandera karena Belanda tidak berhasil menemukan ayahnya. Dalam
tawanan itulah Syair Perang Kamang ini diciptakan oleh Haji Ahmad Marzuki. Haji
Abdul Manan diyakini (oleh Belanda dan rakyat Kamang) sebagai tokoh sentral
dari gerakan ini karena besarnya pengaruh yang dimilikinya di Kamang. Belanda
juga meyakini beliau sebagai pemimpin pemberontakan karena pandangan umum dari
pejabat kolonial bahwa dibalik pemeberontakan oleh masyarakat pribumi selalu
berdiri tokoh agama (seperti bahasan
Sartono Kartodirjo dalam bukunya Pemberontakan Petani Banten). Namun bila
kita kaji keturunan dan silsilah dari H. Abdul Manan maka kita bisa akan
melihat bahwa jiwa dan semangat perang paderi telah di alirkan oleh ayahnya
kepada beliau. Jadi wajarlah beliau pun ikut bersama masyarakat dan memimpin
perjuangan menentang Belanda
H. Abdul Manan adalah tokoh agama
yang disegani, beliau adalah guru agama yang diadatangi dan di kunjungi oleh
masyarakat sebagai tempat bertanya dan belajar tentang agama baik dari kamang
Mudik sekarang, Kamang Hilir sekarang, Tilatang, Magek, Palupuh bahkan sampai
dari Pasaman. Beliau sama-sama pulang dari Mekkah tahun 1877 dengan H. Jabang
(Syekh Janggut) dari Pauah.
J. Westernnenk secara berturut-turut
masih berusaha mendatangi rakyat Kamang, bahkan tak terhitung lagi. Tetapi
perundingan-perundingan atau lebih tepat disebut perdebatan mengenai persoalan
pajak masih seperti itu juga, malah lebih menambah kebencian dan memperkukuh
semangat aksi rakyat terhadap Belanda, yang pada masa itu sebenarnya sedang
mengalami goncangan politik, yang rata-rata melanda negara-negara Eropa Barat.
Kari Mudo sebagai pelopor generasi
muda, juga tidak tinggal diam. Secara berturut-turut dalam waktu berjarak lama,
dia mengadakan pertemuan-pertemuan dengan pemuka masyarakat Kamang, termasuk
Laras Garang Dt. Palindih, Penghulu Kepala Dt. Siri Marajo, pemimpin perlawanan
Dt.Rajo Penghulu, Dt.Mangkudun, St.Pamenan dan banyak lagi yang lain-lain,
bahkan pernah dihadiri oleh J.Westennenk sendiri. Dan pada kesempatan lain dia
juga berusaha mendatangi Dt. Mudo di Payakumbuh, Syekh Koto Baru, Pado Kayo di
Suayan untuk meminta petuah sekaligus penangkal untuk persiapan menghadapi
perperangan yang diperkirakan tidak lama lagi. Akhirnya saat itu tiba.
Hari Senin pagi tanggal 15 Juni
1908, sebagai hari perlawanan paling hebat di Sumatera Barat dalam menentang
sistem blasting makin nyata, kedaan di Kamang makin panas. Warga diminta oleh
para pemimpin masyarakat untuk Kamang tidak membayar pajak. Mengetahui duduk
masalahnya, Laras Kenagarian Magek Warido sangat marah, namun tidak bisa
berbuat apa-apa. Dia langsung berangkat ke Bukittinggi untuk melaporkan peristiwa
itu kepada J.Westennenk dan meminta supaya para pembangkang segera ditangkap.
Hari itu juga, J.Westennenk menghubungi Gubernur Sumatera Barat Hecler untuk
mohon petunjuk mengenai tindakan yang harus diambil. Hanya sepatah kata yang
dicetuskan Hecler sesuai dengan penggarisan Gubernur General Van Heutez yaitu,
serbu!, J.Westennenk lantas mengumpulkan 160 orang pasukan pilihan yang
kemudian dibagi menjadi 3 kelompok. Menjelang sore mereka segera bergerak dari
Bukittinggi menuju Kamang dari tiga jurusan:
1. Pasukan pertama yang terdiri dari
30 orang, masuk dari Gadut, Pincuran, Kaluang, Simpang Manduang terus menuju
Pauh, dipimpin oleh Letnat Itzig, letnan Heine dan Cheiriek. Diperkirakan
disana mereka mencari Syekh H. Jabang (pimpinan II perang dari Pauah) yang
merupakan orang penting dalam perlawanan terhadap pajak.
2. Pasukan kedua, yang terdiri dari 80
orang serdadu dipimpin J.Westennenk (Kontrolir Agam Tua), Kontrolir Dahler
bersama Kapten Lutsz, Letnan Leroux, Letnan Van Heulen, masuk melalui Guguk
Bulek, Pakan kamih, Simpang 4 Suangai Tuak, berbelok di Kampung Jambu, Ladang
Tibarau, Tapi dan terus ke Kampung Tangah. Untuk menyergap H. Abdul Manan
(pimpinan I perang dari Kampuang Tangah). Pimpinan pasukan Belnada ini jam
23.00 wib (jam 11.00 malam mereka telah sampai di sekitar kampung tangah.
Kedatangan mereka diketahui para petugas ronda malam, yang merupakan bagian
dari pasukan H. Abdul Manan seperti Angku Rumah gadang, Angku Basa dan beberapa
orang pembantunya. Mereka mencari-cari keberadaan H. Abdul Manan mulai dari
kampung budi, terus ke kampung tangah namun tak menemukan H. Abdul Manan.
3. Sedangkan pasukan ketiga yang berkekuatan
50 orang serdadu di bawah pimpinan Letnan Boldingh dan pembantu Letnan Schaap,
masuk melewati daerah Tanjung Alam, Kapau, Bukik Kuliriak, Magek, Pintu Koto.
Untuk menyergap para pimpinan dan tokoh penentang Blasting di daerah Kamang
bagian hilir seperti Dt. Rajo Penghulu, Kari Mudo.
Sebenarnya
kekuatan para pejuang dari Kamang telah di konsultasikan oleh H. Abdul Manan, dan para
pempimpin-pemimpin daerah yang selalu mendampinginya seperti Dt. Rajo Penghulu
di Kamang (sekarang Kamang Hilir) Kari Mudo dan beberapa orang pemuka
lainya,Dt. Parpatiah dari Magek, Syekh H. jabang dan Dt. Parpatih dari Pauah,
H. Samad, Tuanku Pinjuran, Dt. Rajo Panghulu dari Bukit-Limau Kambing, Dt.
Marajo mereka telah mengadakan rapat kilat untuk membahas perkembangan yang
sangat kritis dan menyusun kesiagaan seluruh rakyat guna mengobarkan perang
sabil.
Menurut
catatan Buchari Nurdin, akhirnya sekitar pukul 02.30 dinihari, tanah Kamang
berubah menjadi front pertempuran hebat, antara pasukan Belanda dengan pasukan
rakyat. Rakyat dipimpin oleh H Abdul Manan, yang sebelumnya, telah bersiap-siap
menghadang kedatangan pasukan Belanda. Sejumlah tokoh pejuang lainnya, yang
juga telah siap dengan pasukan mereka masing-masing. Seperti Haji Jabang dari
Pauh, Pado Intan, Tuanku Parit, Tuanku Pincuran, Dt Marajo Tapi, Dt Marajo
Kalung, Dt Perpatih Pauh, Sutan Bandaro Kaliru, pendekar wanita dari Bonjol
Siti Maryam, Dt Rajo Penghulu bersama istrinya, Siti Aisiyah,. Begitu juga
pasukan rakyat yang berada di Kamang Ilia. Dengan dipimpin Kari Mudo, Dt
Perpatiah Magek, Dt Majo Indo di Koto Tangah, Dt Simajo Nan Gamuk berusaha bahu
membahu melawan pasukan Belanda. Pertempuran sengit berakhir sudah. Pasukan
Westenenk mundur menuju Pauh sembari membawa tawanan Dt Perpatih. Pasukan
rakyat memperoleh kemenangan gemilang lantaran semangat dan koordinasi yang
tinggi. Tentara Belanda berhasil dibuat kucar kacir. Tetapi J.Westennek sempat
meloloskan diri dan minta bantuan ke Bukittinggi.
Dalam
kesimpulan salah satu laporan resmi J.Westennenk kepada Gubernur Jendral Ven
Heutsz di Batavia melalui surat kawat tanggal 17 Juni 1908, disusul laporan
pada Gubernur Sumatera Barat Heckler No.1012 tanggal 25 Juni 1908, dia
melukiskan suasana malam itu, “Seumpama
satu malam dimana jurang antara ras manusia dengan segala kekuasaanya, sudah tidak ada lagi. Yang ada, cuma kelompok
kemarahan yang saling bertentangan di dalam
diri manusia-manusia yang bertatap dengan buas melalui kerlipan bintang- bintang di langit, siap untuk saling
bunuh. Dari arah segerombolan orang-orang yang berdiri
di pinggir jalan raya, sekali-sekali terdengar gemuruh suara Ratib dan Allahu Akbar, yang semuanya berjumlah tidak kurang
dari lima ratus orang. Sedangkan beberapa
orang lagi yang sedang merayap dalam padi, tidak dapat dihitung. Tapi pasti meliputi ratusan orang pula”.
Bergelombang
serbuan terhadap pasukan Belanda dilakukan oleh pejuang Kamang, gelombang pertama begitu saja sudah muncul di depannya.
Orang-orang itu bagai datang dari balik kegelapan disertai pekik
kalimat-kalimat Tuhan yang mendirikan bulu roma. Di tangan mereka berkilauan
berbagai macam senjata, mulai dari pisau, parang, lembing dan beberapa jenis
senjata lainya. Dalam beberapa jam saja, terjadilah parang basosoh yang
dahsyat, karena serdadu Belanda banyak yang tidak sempat menembakkan
senjatanya. Gemercing senjata, letusan senapan, jerit kesakitan dan rintih
kematian memenuhi udara malam maka dalam sekejap Kampuang Tangah yang tenang
itu berubah menjadi telaga darah. Subuh yang berembun, bersimbah darah.
Kampuang Tangah banjir darah, darah para syuhada-pejuang dari seluruh dusun di
Kamang bahkan dari berbagai daerah di sekitarnya.
Dalam
laporan resmi J. Westennenk tersebut, juga dijelaskan, “telah terjadi lebih
dari delapan kali serangan serupa dalam waktu hampir berturut-turut dan semakin
mengerikan. Ratusan orang penyerbu terus saja maju sekalipun dihujani tembakan.
Kegelapan malam menyebabkan sulit bagi serdadu Belanda membidik sasaran secara
tepat, sehingga sebahagian besar dari mereka yang berhasil tiba di tempat para
serdadu bertahan, langsung membabat lawan bagai kesetanan”. Satu demi satu
prajurit Belanda tewas dengan tubuh penuh luka-luka mengerikan. Sersan Boorman
tak henti-hentinya berteriak membangkitkan semangat anak buahnya yang semakin
kendor. Dr.Justesen bertugas merawat dan mengobati beberapa orang serdadu yang
menderita luka-luka. Tetapi dari arah tidak kurang dari 50 meter, lagi-lagi
puluhan penyerbu sudah datang pula. Perwira kesehatan Dr.Justesen dan sersan
Boorman secara bersama-sama berusaha keras mencegah serdadu yang sudah mulai
mundur.
Kekuatan
pasukan Belanda yang telah mendapat bantuan sejata dan tentara baru inilah
nantinya yang telah menimbulkan malapetaka terhadap pasukan rakyat, mereka datang dengan pasukan yang sangat
besar, sehingga babak kedua perang basosoh, segera meledak kembali. Akan tetapi
lantaran pasukan itu terlalu banyak dan segar-segar, dilengkapi pula dengan
senjata modern, akhirnya pasukan rakyat terpaksa mengundurkan diri. Dan
bersamaan itu, berhentilah kegaduhan suasana perang bagai disapu dari bumi
Kampung Tangah. Maka tercatatlah pagi itu sebagi sejarah berkabut di hati
setiap bangsa Indonesia di dalam menentang kolonis Belanda. Lebih kurang 100
orang pejuang syahid di jalan Allah, termasuk H. Abdul Manan. Pasukan dari
daerah Kamang barat (kamang hilir) pun banyak yang syahid di Kampung tangah.
Mengenai
jumlah korban Perang Kamang yang meninggal di kedua belah pihak, ternyata
kemudian banyak terdapat spekulasi angka, baik yang bersal dari statement
Balanda sendiri, atau yang di muat berbagai koran setempat waktu itu seperti De Padanger, maupun berdasarkan
taksiran-taksiran tidak resmi. Tetapi satu hal yang perlu diketahui adalah
bahwa Belanda dalam mengumumkan angka-angka itu sengaja mengecilkan jumlahnya
dengan alasan politik. Waktu itu pihak Belanda membawa
mayat-mayat pasukanya keesokan hari dengan semacam pedati, gerobak sapi yang
biasa digunakan para petani untuk membawa hasil panen.
Angka
korban yang simpangsiur diantaranya dapat dilihat di Koran-koran yang terbit di
Padang menyebut angka 250 orang rakyat Kamang tewas, belanda sendiri menyebut
sekitar 90 orang atau lebih.
Banyak
nya lagi korban dari masyarakat Kamang adalah saat masyarakat dari arah hilir
dan magek yang telah mengetahui adanya perang di kampung tangah dan banyaknya
korban dari para pejuang termasuk H. abdul Manan, maka subuh itu 16 juni 1908
mereka ingin datang membezuk dan mengucapkan belasungkawa ke kampung tangah.
Namun ternyata pasukan bantuan westennenk yang datang belakangan masih ada di
sekitar daerah Koto Panjang mereka ditembaki oleh pasukan Belanda yang akan
kembali ke Bukittinggi tersebut. Hal ini menambah banyak korban dari kalangan
masyarakat, ada ibu-ibu, anak-anak yang ikut menjadi korban. Dan umumnya
dimakamkan di Kampung Dalam Koto, Kamang Hilir. Dan Makan Dt. Parpatiah di
daerah Magek.
Kekompakan
rakyat untuk melawan Belanda sangat dibantu oleh kekuatan koalisi adat dan
agama, dan cerdik pandai yang dalam hal ini sangat jelas terlihat. Haji Abdul
Manan dan ulama-ulama Kamang lainnya memainkan peranan dalam persiapan mental
sementara Datuk Rajo Penghulu seorang tokoh adat sangat berperan pula dalam
persiapan fisik (Taufik Abdullah dan S.
Budhisantoso (ed.),1983/84;44-45). Kombinasi kepemimpinan kedua tokoh ini
sangat diapresiasi oleh rakyat ditambah lagi dengan adanya kekuatan pemuda Kari
Mudo. Meskipun, perlawanan rakyat Kamang yang gigih ini pada akhirnya berjung
dengan kegagalan, namun terasa ada kepuasan rakyat atas pengorbanan yang telah
mereka berikan, karena nilai-nilai patriotisme rakyat dan kebersamaan di bawah
komando adat dan agama telah terwariskan pada generasi pelanjut mereka.
Penghargaan dan Penghormatan Untuk Pejuang
Perang Kamang
Perang
Kamang hanyalah sebutan untuk menunjuk ke suatu lokasi saja karena puncak
pemberontakan itu memang ada di Kamang pada tanggal 14-15-16 Juni 1908. Artinya
Perang Kamang tidak berarti hanyalah pemberontakan rakyat Kamang saja tetapi
pemberontakan rakyat Minangkabau pada umumnya. Hal ini juga didukung oleh
tercatatnya beberapa nama pejuang yang berasal dari luar Nagari Kamang.
Beberapa sumber menyebutkan bahwa pemberontakan itu juga dimungkinkan oleh
jaringan para Wali Nagari yang waktu itu membicarakan pungutan pajak oleh
Belanda itu. Sebagaimana layaknya sebuah pembicaraan banyak diantara Wali
Nagari yang sepakat bahwa Belanda harus dilawan, walaupun ada yang bersikap
lunak terhadap kebijakan pemerintah Belanda. Salah satu pemimpin yang keras
dalam menentang Belanda itu adalah pemimpin dari Nagari Kamang. Bersama dengan
tokoh-tokoh di Kamang (yang sangat terkenal adalah Syekh Haji Abdul Manan)
pemimpin-pemimpin di nagari ini menyusun kekuatan rakyat untuk menentang
Belanda.
Kekuatan
yang dihimpun saat itu dalam artian kekuatan yang sangat sederhana dan sangat
tradisional. Para parewa dan pendekar dikumpulkan untuk melatih anak-anak muda
dengan ilmu beladiri dan menggunakan senjata seperti tombak dan parang.
Kemudian dikalangan umum beredar isyu mistik bahwa kekuatan yang dihimpun oleh
Syekh Haji Abdul Manan memberikan kekuatan mistik pada pemuda Kamang, dengan
cara memberikan azimat-azimat anti peluru. Hal ini menjadi dasar penting dalam
Syair Perang Kamang, karena ikhwal mula tertangkapnya Haji Ahmad adalah Belanda
mempercayai bahwa Syekh Haji Abdul Manan, ayahanda Haji Ahmad menyebarkan
azimat anti peluru itu sehingga Syekh Haji Abdul Manan menjadi buruan utama
oleh Belanda. Dalam pencarian itu Haji Ahmad dijadikan sandera karena Belanda
tidak berhasil menemukan ayahnya. Dalam tawanan itulah Syair Perang Kamang ini
diciptakan oleh Haji Ahmad Marzuki.
Sebagai wujud penghargaan dan penghormatan
bagi pejuang perang Kamang, dan agar kita generasi muda tidak lupa dengan
peritiwa bersejarah itu maka pemerintah melalui kunjungan Menko Keamanan
dan Pertahanan Jendral A.H.Nasution meresmikan Makam yang terletak di dusun
Kampung Budi Jorong Pakan Sinayan, Nagari Kamang Mudik. diresmikan
penggunaannya sebagai Komplek makam
pahlawan ini diberi nama "Komplek Makam Pahlawan Perang Kamang Haji Abdul
manan" pada tanggal 15 Juni 1962. Didalamnya terdapat 21 pahlawan yang
meninggal pada perang Kamang tahun 1908 M. Para pahlawan yang dimakamkan di
kompleks ini diantaranya : H. Abdul Manan, Kari bagindo, Haji Musa (Kakak H.Abdul
Manan),
Kadir
St. Bagindo, ML. Sinaro, LB. Mudo/LB Kampua, Dt. Batudung,
Udin/Idi,
Suid
Tk Parit panjang, Datuk N. Tingap, Sanan PK. Basa, Dt. Nan Hijau, MI. Saulah, M. Pandeka Mudo, Datuk Pandeka Ade, Deman, Usman, St. Mantari, M. Intan Mudo, Lb. Sutan, Kadir Bagindo.
Selain
yang di makam pahlawan ini, para pejuang perang kamang lainnya ada juga yang di
kebumikan oleh pihak keluarga di makam keluarga atau pandam pakuburan
suku-masing masing, sesuai dengan adat minangkabau.
Setelah peresmian
makam pahlawan itu A.H.Nasution juga meminta agar perantau Kamang membangun
tugu peringatan di tempat kejadian perang kamang yaitu di Kampung Tangah. Tugu
dan makam pahlawan ini masih bisa kita saksikan dan ziarahi sampai sekarang.
Berikut
ini nama-nama pejuang yang tercatat
(namun pastinya
banyak lagi yang belum terdata) :
A.
Pakan Sinayan
1.
H. Abdul Manan. 7. Dt. Marajo Parik
Panjang.
2.
Kari Bagindo. 8. Dt. Rajo
Sikumbang.
3.
Angku Rumah
Gadang. 9. Pado Alam.
4.
Dt. Gunung Hijau. 10. Suik
(Simabur).
5.
Dt. Sandaran. 11. Tajik Malik
(Simabur)
6.
Tuanku Parik
Panjang.
B.
Bansa.
1. Nyiak Tabek. 5.
Dt. Mangkudun.
2. Dt. Rajo Tukua. 6. Dt. Kabasaran.
3. Sutan Basa (Angku Gobah). 7. H. Karim
4. Pado intan.
C.
Babukik.
1. H. Samad. 11.
Muhammad Hasin.
2. Tuanku Pincuran. 12. Malin Panduko Asiah.
3. Malin Mudo Taik. 13. Angku Basa Limau Kambiang.
4. Bagindo Rajo. 14.
Malin bagak.
5. Malin Sinaro. 15.
Sirun Malin Mudo.
6. Angku Lubuak. 16.
Ipincua.
7. Tuanku Tuo. 17.
Tuanku Sumarang.
8. Angku Bagindo Alam. 18. Tuanku Malin Sirah.
9. Dt. Batuduang. 19.
Sutan Rajo Pangulu.
10. Taik Karunia. 20.
Dt. Payuang.
D.
Pauah - Durian.
1. H. Djobang (nyiak janggut). 6. Dt. Andaleh.
2. Dt. Parpatiah Nan Sabatang. 7. Tuanku Imam (Pakiah sabatang).
3. Dt. Simajo Nan Gagok. 8. Dt. Kayo.
4. Tuanku Nan panjang. 9. Dt. Amat Kaciak.
5. Sutan Bandar kaliru.
E.
Air Tabik
1. Dt. Ijau.
2. Tuanku Saliah.
3. H. Ahmad Marzuki.
4. Hj. Maryam.
Kesimpulan
Dari penjelasan
diatas dapat di simpulkan bahwa :
1.
Persatuan Alim
Ulama, Niniak Mamak, dan Cadiak Pandai di sebuah nagari akan membuat kekuatan
perjuangan dan pembangunan nagari akan maksimal.
2.
Perjuangan
menentang penjajahan dan kezaliman adalah sebuah keharusan, jadi kita sebagai
gerenasi muda harus memperlihatkan usaha dan tindakan untuk menentang kezaliman
dan penjajahan itu.
3.
Setiap tindakan
dan usaha harus didasari oleh niat karena Allah, karena itu akan menjadikan
usaha kita tersebut sebagai sebagai amal ibadah.
4.
Jangan melupakan
kewajiban kita sebagai seorang muslim untuk melaksanakan Ibadah dan amal baik.
Karena itu lah menjadi dasar atau pondasi kita untuk menghadapi tantangan masa
depan.
5.
Untuk melakukan
sesuatu harus didasari dengan ilmu, jadi tuntut lah ilmu demi hasil yang
maksimal.
Sebagai penutup :
“Tiap nagari punya
episode yang bisa dibanggakannya. Tapi episode Kamang menjadi kebangaan Ranah Minang.
Dimulai dari gerakan pemurnian Islam Oleh Tuanku Nan Renceh- pelopor munculnya
gerakan Paderi sampai perang kamang 1908 menentang pajak blasting”.
Daftar Bacaan
1. Tim Penyusun
Sejarah Perang Kamang 1908, “Bunga Rampai
Perang Kamang 1908”, Kamang Mudiak, 2008.
2. www.aldiparis.com
“perang-kamang-1908” 2008.
4. Dt Tan Tuah,
www.padangekspres.co.id “Menyegarkan Ingatan Tentang Kamang”
5. Azwar “Jejak Luka: Kamang 1908 (Seabad Perang
Kamang), 2008.
6. Suryadi (Dosen & peneliti di Leiden Univeristy,
Belanda), “Yang Tercatat dan Yang Terlupakan
tentang Nagari “, Artikel
diterbitkan dalam Tabloid Nagari, edisi II, Tahun I, 24 Agustus - 06 September
2010, hlm. 3.
7. http://agamkab.go.id , “Komplek
Makam Pahlawan Perang Kamang H. Abdul Manan”.
9. Diskusi dan
tukar pikiran dengan tokoh masyarakat dan orang tua di Kamang Mudiak.
Data Pribadi Penulis
Nama Lengkap :
IRWAN SETIAWAN,S.Pd.
Tempat, Tgl Lahir : Pakan Sinayan, 16 Agustus 1981
Alamat Rumah : Jorong Pakan
Sinayan, Kamang Mudiak, Kec.Kamang Magek, Agam.
Organisasi : Sekretaris Fron
PAS
Email : irwansetiawan81@gmail.com
Website : www.keretaunto.web.id
Tidak ada komentar:
Posting Komentar