Minggu, 13 Januari 2013

PERANG KAMANG 1908 SEBUAH PEMBUKTIAN KEKUATAN PERSATUAN TALI TIGO SAPILIN


Oleh : Irwan Setiawan*
                                                           
Pengantar
            Kamang, dulu merupakan sebuah Kelarasan yang mencakup Aua Parumahan, Surau Koto Samiak, Suayan, dan Sungai Balantiak. Setelah zaman kemerdekaan, Kamang terbagi menjadi dua nagari yaitu Kamang Hilir dan Kamang Mudiak. Aua Parumahan menjadi Kamang Hilir dan Surau Koto Samiak menjadi Kamang Mudiak, sementara Suayan dan Sungai Balantiak masuk ke wilayah Kabupaten 50 Kota, karena secara geografis letaknya memang dipisahkan oleh bukit barisan dari wilayah Aua Parumahan dan Surau Koto Samiak yang sekarang masuk wilayah Kabupaten Agam. Kamang Hilir dan Kamang Mudiak selanjutnya merupakan wilayah Kecamatan Tilatang Kamang, dan akhirnya membentuk Kecamatan sendiri Kamang Magek (Nagari Kamang Hilir, Kamang Mudiak di tambah Nagari Magek). Pada masa dahulu (masa kolonial) Bukittinggi yang lebih dikenal dengan nama Fort De Kock menjadi pusat pemerintahan di Agam Tua (Belanda; Oud Agam). Wilayah kekuasaan Residen yang berkantor di Fort De Kock mencakup Bukittinggi sekarang dan daerah yang sekarang lebih dikenal dengan nama Agam Timur. Beda dengan masa dahulu dimana birokrasinya di satukan pada masa sekarang birokrasi antara Bukittinggi dan Kabupaten Agam dipisah, sehingga timbul sedikit jarak antara Bukittinggi dan Agam (terutama Agam Timur).
            Perang Kamang 1908 adalah perang terbuka yang meledak pada 15 Juni 1908 dan merupakan salah satu puncak dari kemelut suasana anti penjajahan rakyat Sumatera Barat dalam menentang penjajahan Belanda. Di sini akan terlihat gambaran nyata dari bentuk semangat dan pengorbanan rakyat Kamang, baik kalangan adat, agama, cerdik pandai, pemuda/pemudi, bahkan kaum ibu dalam melawan serta berusaha mengusir Belanda, yang dari segi politis dapat dikatakan sebagai bukti sumbangan yang pernah mereka tunjukkan kepada Bangsa Indonesia.
            Kesadaran anti ter­hadap penjajahan yang diyakini Bung Hatta-pun diper­caya berawal dari peristiwa Perang Kamang tersebut, hal itu dapat kita rujuk ketika sang proklamator melihat “urang rantai” yang digiring Belanda lewat di de­pan rumah beliau, dan Inyiak beliau ber­kata: “Tu urang Kamang nan malawan Bu­lando” (Memoir Muhammad Hatta, 1979). Paman dari Bung Hatta pun pernah menceritakan kejadian Perang Kamang kepada beliau sehingga di depan rumah beliau di Bukittinggi sering terlihat penjagaan dan pemeriksaan terhadap masyarakat yang masuk dan keluar kota Bukittinggi.  Sjech Muh Djamil Djambek ulama terkenal dari Bukittinggi pun selama bertahun-tahun datang secara rutin ke Kamang untuk mem­bangkitkan motivasi dan memberi bimbingan rohani bagi masyarakat yang menanggung beban penderitaan dan trauma hebat akibat perang tersebut.
Latar Belakang
            Pemberontakan Pajak yang meletus sepanjang tahun 1908 di beberapa nagari di Sumatera Westkust (seperti; Nanggalo, Lubuak Aluang, Parik Malintang, Kayu Tanam, Batusangkar, Lintau, Kamang, Manggopoh dan Ulakan) disebabkan oleh peraturan baru mengenai pajak (sebesar 2%) yang diterapkan oleh Belanda terhadap rakyat Minangkabau. Penetapan pajak yang mencakup seluruh hewan ternak yang akan disemblih oleh rakyat, hal ini dinilai memberatkan karena peraturan ini tidak hanya mencakup hewan yang akan dikonsumsi oleh masyarakat akan tetapi juga hewan-hewan untuk upacara keagamaan (kurban). Dan tanaman kopi pun akan di pungut pajak. Padahal ini adalah tanaman utama yang ada di Kamang.
            Adapula penyebab lainnya ialah pelanggaran Belanda terhadap perjanjian Plakat Panjang yang dikeluarkannya pada masa Perang Paderi, dimana salah satu isinya ialah “Pemerintah tidak akan mengadakan pungutan-pungutan berupa pajak, hanya kepada rakyat dianjurkan menanam kopi”. Sejak keluarnya Plakat Panjang masyarakat tidak lagi dipungut pajak, namun di awal tahun 1908 masyarakat diminta menanam kopi dan diperetengahan tahun tersebar kabar bahwa dari penanaman kopi itu akan di pungut pajak (belasting).
            Akhirnya muncullah perlawanan dari rakyat, berbagai ketidak senangan ditunjukkan. Khusus di Kamang para pemimpin mulai menyusun kekuatan untuk melawan kehendak Belanda yang ingin menghisap darah rakyatnya.  Rujukan utama dari masyarakat Kamang Mudiak mengenai Perang Kamang ialah “Syair Perang Kamang” yang dikarang oleh Haji Ahmad Marzuki putra dari Haji Abdul Manan. Kekuatan yang dihimpun saat itu dalam artian kekuatan yang sangat sederhana dan sangat tradisional. Para parewa dan pendekar dikumpulkan untuk melatih anak-anak muda dengan ilmu beladiri dan menggunakan senjata seperti tombak dan parang. Di Jorong Durian, Kanagarian Kamang Mudik, Kecamatan Kamang Magek ada sebuah gua yaitu Gua atau Ngalau Kamang, gua ini pernah dipergunakan oleh para pejuang Agam sebagai tempat untuk mengatur strategi dalam Perang Kamang, diantara tokoh yang pernah menggunakannya adalah Haji Abdul Manan. Kemudian dikalangan umum beredar “isyu mistik” bahwa kekuatan yang dihimpun oleh Syekh Haji Abdul Manan memberikan kekuatan mistik pada pemuda Kamang, dengan cara memberikan azimat-azimat anti peluru. Hal ini menjadi dasar penting dalam Syair Perang Kamang, karena ikhwal mula tertangkapnya Haji Ahmad adalah karena Belanda mempercayai bahwa Syekh Haji Abdul Manan, ayahanda Haji Ahmad menyebarkan azimat anti peluru itu sehingga Syekh Haji Abdul Manan menjadi buruan utama oleh Belanda.
            Dalam pencarian itu Haji Ahmad dijadikan sandera karena Belanda tidak berhasil menemukan ayahnya. Dalam tawanan itulah Syair Perang Kamang ini diciptakan oleh Haji Ahmad Marzuki. Haji Abdul Manan diyakini (oleh Belanda dan rakyat Kamang) sebagai tokoh sentral dari gerakan ini karena besarnya pengaruh yang dimilikinya di Kamang. Belanda juga meyakini beliau sebagai pemimpin pemberontakan karena pandangan umum dari pejabat kolonial bahwa dibalik pemeberontakan oleh masyarakat pribumi selalu berdiri tokoh agama (seperti bahasan Sartono Kartodirjo dalam bukunya Pemberontakan Petani Banten). Namun bila kita kaji keturunan dan silsilah dari H. Abdul Manan maka kita bisa akan melihat bahwa jiwa dan semangat perang paderi telah di alirkan oleh ayahnya kepada beliau. Jadi wajarlah beliau pun ikut bersama masyarakat dan memimpin perjuangan menentang Belanda
            H. Abdul Manan adalah tokoh agama yang disegani, beliau adalah guru agama yang diadatangi dan di kunjungi oleh masyarakat sebagai tempat bertanya dan belajar tentang agama baik dari kamang Mudik sekarang, Kamang Hilir sekarang, Tilatang, Magek, Palupuh bahkan sampai dari Pasaman. Beliau sama-sama pulang dari Mekkah tahun 1877 dengan H. Jabang (Syekh Janggut) dari Pauah.
            J. Westernnenk secara berturut-turut masih berusaha mendatangi rakyat Kamang, bahkan tak terhitung lagi. Tetapi perundingan-perundingan atau lebih tepat disebut perdebatan mengenai persoalan pajak masih seperti itu juga, malah lebih menambah kebencian dan memperkukuh semangat aksi rakyat terhadap Belanda, yang pada masa itu sebenarnya sedang mengalami goncangan politik, yang rata-rata melanda negara-negara Eropa Barat.
            Kari Mudo sebagai pelopor generasi muda, juga tidak tinggal diam. Secara berturut-turut dalam waktu berjarak lama, dia mengadakan pertemuan-pertemuan dengan pemuka masyarakat Kamang, termasuk Laras Garang Dt. Palindih, Penghulu Kepala Dt. Siri Marajo, pemimpin perlawanan Dt.Rajo Penghulu, Dt.Mangkudun, St.Pamenan dan banyak lagi yang lain-lain, bahkan pernah dihadiri oleh J.Westennenk sendiri. Dan pada kesempatan lain dia juga berusaha mendatangi Dt. Mudo di Payakumbuh, Syekh Koto Baru, Pado Kayo di Suayan untuk meminta petuah sekaligus penangkal untuk persiapan menghadapi perperangan yang diperkirakan tidak lama lagi. Akhirnya saat itu tiba.
            Hari Senin pagi tanggal 15 Juni 1908, sebagai hari perlawanan paling hebat di Sumatera Barat dalam menentang sistem blasting makin nyata, kedaan di Kamang makin panas. Warga diminta oleh para pemimpin masyarakat untuk Kamang tidak membayar pajak. Mengetahui duduk masalahnya, Laras Kenagarian Magek Warido sangat marah, namun tidak bisa berbuat apa-apa. Dia langsung berangkat ke Bukittinggi untuk melaporkan peristiwa itu kepada J.Westennenk dan meminta supaya para pembangkang segera ditangkap. Hari itu juga, J.Westennenk menghubungi Gubernur Sumatera Barat Hecler untuk mohon petunjuk mengenai tindakan yang harus diambil. Hanya sepatah kata yang dicetuskan Hecler sesuai dengan penggarisan Gubernur General Van Heutez yaitu, serbu!, J.Westennenk lantas mengumpulkan 160 orang pasukan pilihan yang kemudian dibagi menjadi 3 kelompok. Menjelang sore mereka segera bergerak dari Bukittinggi menuju Kamang dari tiga jurusan:
1. Pasukan pertama yang terdiri dari 30 orang, masuk dari Gadut, Pincuran, Kaluang, Simpang Manduang terus menuju Pauh, dipimpin oleh Letnat Itzig, letnan Heine dan Cheiriek. Diperkirakan disana mereka mencari Syekh H. Jabang (pimpinan II perang dari Pauah) yang merupakan orang penting dalam perlawanan terhadap pajak.
2. Pasukan kedua, yang terdiri dari 80 orang serdadu dipimpin J.Westennenk (Kontrolir Agam Tua), Kontrolir Dahler bersama Kapten Lutsz, Letnan Leroux, Letnan Van Heulen, masuk melalui Guguk Bulek, Pakan kamih, Simpang 4 Suangai Tuak, berbelok di Kampung Jambu, Ladang Tibarau, Tapi dan terus ke Kampung Tangah. Untuk menyergap H. Abdul Manan (pimpinan I perang dari Kampuang Tangah). Pimpinan pasukan Belnada ini jam 23.00 wib (jam 11.00 malam mereka telah sampai di sekitar kampung tangah. Kedatangan mereka diketahui para petugas ronda malam, yang merupakan bagian dari pasukan H. Abdul Manan seperti Angku Rumah gadang, Angku Basa dan beberapa orang pembantunya. Mereka mencari-cari keberadaan H. Abdul Manan mulai dari kampung budi, terus ke kampung tangah namun tak menemukan H. Abdul Manan.
3. Sedangkan pasukan ketiga yang berkekuatan 50 orang serdadu di bawah pimpinan Letnan Boldingh dan pembantu Letnan Schaap, masuk melewati daerah Tanjung Alam, Kapau, Bukik Kuliriak, Magek, Pintu Koto. Untuk menyergap para pimpinan dan tokoh penentang Blasting di daerah Kamang bagian hilir seperti Dt. Rajo Penghulu, Kari Mudo.
            Sebenarnya kekuatan para pejuang dari Kamang telah di konsultasikan  oleh H. Abdul Manan, dan para pempimpin-pemimpin daerah yang selalu mendampinginya seperti Dt. Rajo Penghulu di Kamang (sekarang Kamang Hilir) Kari Mudo dan beberapa orang pemuka lainya,Dt. Parpatiah dari Magek, Syekh H. jabang dan Dt. Parpatih dari Pauah, H. Samad, Tuanku Pinjuran, Dt. Rajo Panghulu dari Bukit-Limau Kambing, Dt. Marajo mereka telah mengadakan rapat kilat untuk membahas perkembangan yang sangat kritis dan menyusun kesiagaan seluruh rakyat guna mengobarkan perang sabil.
            Menurut catatan Buchari Nurdin, akhirnya sekitar pukul 02.30 dinihari, tanah Kamang berubah menjadi front pertempuran hebat, antara pasukan Belanda dengan pasukan rakyat. Rakyat dipimpin oleh H Abdul Manan, yang sebelumnya, telah bersiap-siap menghadang kedatangan pasukan Belanda. Sejumlah tokoh pejuang lainnya, yang juga telah siap dengan pasukan mereka masing-masing. Seperti Haji Jabang dari Pauh, Pado Intan, Tuanku Parit, Tuanku Pincuran, Dt Marajo Tapi, Dt Marajo Kalung, Dt Perpatih Pauh, Sutan Bandaro Kaliru, pendekar wanita dari Bonjol Siti Maryam, Dt Rajo Penghulu bersama istrinya, Siti Aisiyah,. Begitu juga pasukan rakyat yang berada di Kamang Ilia. Dengan dipimpin Kari Mudo, Dt Perpatiah Magek, Dt Majo Indo di Koto Tangah, Dt Simajo Nan Gamuk berusaha bahu membahu melawan pasukan Belanda. Pertempuran sengit berakhir sudah. Pasukan Westenenk mundur menuju Pauh sembari membawa tawanan Dt Perpatih. Pasukan rakyat memperoleh kemenangan gemilang lantaran semangat dan koordinasi yang tinggi. Tentara Belanda berhasil dibuat kucar kacir. Tetapi J.Westennek sempat meloloskan diri dan minta bantuan ke Bukittinggi.
            Dalam kesimpulan salah satu laporan resmi J.Westennenk kepada Gubernur Jendral Ven Heutsz di Batavia melalui surat kawat tanggal 17 Juni 1908, disusul laporan pada Gubernur Sumatera Barat Heckler No.1012 tanggal 25 Juni 1908, dia melukiskan suasana malam itu,     “Seumpama satu malam dimana jurang antara ras manusia dengan segala kekuasaanya, sudah tidak ada lagi. Yang ada, cuma kelompok kemarahan yang saling bertentangan di         dalam diri manusia-manusia yang bertatap dengan buas melalui kerlipan bintang-          bintang di langit, siap untuk saling bunuh. Dari arah segerombolan orang-orang yang          berdiri di pinggir jalan raya, sekali-sekali terdengar gemuruh suara Ratib dan Allahu Akbar, yang semuanya berjumlah tidak kurang dari lima ratus orang. Sedangkan       beberapa orang lagi yang sedang merayap dalam padi, tidak dapat dihitung. Tapi pasti   meliputi ratusan orang pula”.
            Bergelombang serbuan terhadap pasukan Belanda dilakukan oleh pejuang Kamang, gelombang  pertama begitu saja sudah muncul di depannya. Orang-orang itu bagai datang dari balik kegelapan disertai pekik kalimat-kalimat Tuhan yang mendirikan bulu roma. Di tangan mereka berkilauan berbagai macam senjata, mulai dari pisau, parang, lembing dan beberapa jenis senjata lainya. Dalam beberapa jam saja, terjadilah parang basosoh yang dahsyat, karena serdadu Belanda banyak yang tidak sempat menembakkan senjatanya. Gemercing senjata, letusan senapan, jerit kesakitan dan rintih kematian memenuhi udara malam maka dalam sekejap Kampuang Tangah yang tenang itu berubah menjadi telaga darah. Subuh yang berembun, bersimbah darah. Kampuang Tangah banjir darah, darah para syuhada-pejuang dari seluruh dusun di Kamang bahkan dari berbagai daerah di sekitarnya.
            Dalam laporan resmi J. Westennenk tersebut, juga dijelaskan, “telah terjadi lebih dari delapan kali serangan serupa dalam waktu hampir berturut-turut dan semakin mengerikan. Ratusan orang penyerbu terus saja maju sekalipun dihujani tembakan. Kegelapan malam menyebabkan sulit bagi serdadu Belanda membidik sasaran secara tepat, sehingga sebahagian besar dari mereka yang berhasil tiba di tempat para serdadu bertahan, langsung membabat lawan bagai kesetanan”. Satu demi satu prajurit Belanda tewas dengan tubuh penuh luka-luka mengerikan. Sersan Boorman tak henti-hentinya berteriak membangkitkan semangat anak buahnya yang semakin kendor. Dr.Justesen bertugas merawat dan mengobati beberapa orang serdadu yang menderita luka-luka. Tetapi dari arah tidak kurang dari 50 meter, lagi-lagi puluhan penyerbu sudah datang pula. Perwira kesehatan Dr.Justesen dan sersan Boorman secara bersama-sama berusaha keras mencegah serdadu yang sudah mulai mundur.
            Kekuatan pasukan Belanda yang telah mendapat bantuan sejata dan tentara baru inilah nantinya yang telah menimbulkan malapetaka terhadap pasukan rakyat,  mereka datang dengan pasukan yang sangat besar, sehingga babak kedua perang basosoh, segera meledak kembali. Akan tetapi lantaran pasukan itu terlalu banyak dan segar-segar, dilengkapi pula dengan senjata modern, akhirnya pasukan rakyat terpaksa mengundurkan diri. Dan bersamaan itu, berhentilah kegaduhan suasana perang bagai disapu dari bumi Kampung Tangah. Maka tercatatlah pagi itu sebagi sejarah berkabut di hati setiap bangsa Indonesia di dalam menentang kolonis Belanda. Lebih kurang 100 orang pejuang syahid di jalan Allah, termasuk H. Abdul Manan. Pasukan dari daerah Kamang barat (kamang hilir) pun banyak yang syahid di Kampung tangah.
            Mengenai jumlah korban Perang Kamang yang meninggal di kedua belah pihak, ternyata kemudian banyak terdapat spekulasi angka, baik yang bersal dari statement Balanda sendiri, atau yang di muat berbagai koran setempat waktu itu seperti De Padanger, maupun berdasarkan taksiran-taksiran tidak resmi. Tetapi satu hal yang perlu diketahui adalah bahwa Belanda dalam mengumumkan angka-angka itu sengaja mengecilkan jumlahnya dengan alasan politik. Waktu itu pihak Belanda membawa mayat-mayat pasukanya keesokan hari dengan semacam pedati, gerobak sapi yang biasa digunakan para petani untuk membawa hasil panen.
            Angka korban yang simpangsiur diantaranya dapat dilihat di Koran-koran yang terbit di Padang menyebut angka 250 orang rakyat Kamang tewas, belanda sendiri menyebut sekitar 90 orang atau lebih.
            Banyak nya lagi korban dari masyarakat Kamang adalah saat masyarakat dari arah hilir dan magek yang telah mengetahui adanya perang di kampung tangah dan banyaknya korban dari para pejuang termasuk H. abdul Manan, maka subuh itu 16 juni 1908 mereka ingin datang membezuk dan mengucapkan belasungkawa ke kampung tangah. Namun ternyata pasukan bantuan westennenk yang datang belakangan masih ada di sekitar daerah Koto Panjang mereka ditembaki oleh pasukan Belanda yang akan kembali ke Bukittinggi tersebut. Hal ini menambah banyak korban dari kalangan masyarakat, ada ibu-ibu, anak-anak yang ikut menjadi korban. Dan umumnya dimakamkan di Kampung Dalam Koto, Kamang Hilir. Dan Makan Dt. Parpatiah di daerah Magek.
            Kekompakan rakyat untuk melawan Belanda sangat dibantu oleh kekuatan koalisi adat dan agama, dan cerdik pandai yang dalam hal ini sangat jelas terlihat. Haji Abdul Manan dan ulama-ulama Kamang lainnya memainkan peranan dalam persiapan mental sementara Datuk Rajo Penghulu seorang tokoh adat sangat berperan pula dalam persiapan fisik (Taufik Abdullah dan S. Budhisantoso (ed.),1983/84;44-45). Kombinasi kepemimpinan kedua tokoh ini sangat diapresiasi oleh rakyat ditambah lagi dengan adanya kekuatan pemuda Kari Mudo. Meskipun, perlawanan rakyat Kamang yang gigih ini pada akhirnya berjung dengan kegagalan, namun terasa ada kepuasan rakyat atas pengorbanan yang telah mereka berikan, karena nilai-nilai patriotisme rakyat dan kebersamaan di bawah komando adat dan agama telah terwariskan pada generasi pelanjut mereka.

Penghargaan dan Penghormatan Untuk Pejuang Perang Kamang
            Perang Kamang hanyalah sebutan untuk menunjuk ke suatu lokasi saja karena puncak pemberontakan itu memang ada di Kamang pada tanggal 14-15-16 Juni 1908. Artinya Perang Kamang tidak berarti hanyalah pemberontakan rakyat Kamang saja tetapi pemberontakan rakyat Minangkabau pada umumnya. Hal ini juga didukung oleh tercatatnya beberapa nama pejuang yang berasal dari luar Nagari Kamang. Beberapa sumber menyebutkan bahwa pemberontakan itu juga dimungkinkan oleh jaringan para Wali Nagari yang waktu itu membicarakan pungutan pajak oleh Belanda itu. Sebagaimana layaknya sebuah pembicaraan banyak diantara Wali Nagari yang sepakat bahwa Belanda harus dilawan, walaupun ada yang bersikap lunak terhadap kebijakan pemerintah Belanda. Salah satu pemimpin yang keras dalam menentang Belanda itu adalah pemimpin dari Nagari Kamang. Bersama dengan tokoh-tokoh di Kamang (yang sangat terkenal adalah Syekh Haji Abdul Manan) pemimpin-pemimpin di nagari ini menyusun kekuatan rakyat untuk menentang Belanda.
            Kekuatan yang dihimpun saat itu dalam artian kekuatan yang sangat sederhana dan sangat tradisional. Para parewa dan pendekar dikumpulkan untuk melatih anak-anak muda dengan ilmu beladiri dan menggunakan senjata seperti tombak dan parang. Kemudian dikalangan umum beredar isyu mistik bahwa kekuatan yang dihimpun oleh Syekh Haji Abdul Manan memberikan kekuatan mistik pada pemuda Kamang, dengan cara memberikan azimat-azimat anti peluru. Hal ini menjadi dasar penting dalam Syair Perang Kamang, karena ikhwal mula tertangkapnya Haji Ahmad adalah Belanda mempercayai bahwa Syekh Haji Abdul Manan, ayahanda Haji Ahmad menyebarkan azimat anti peluru itu sehingga Syekh Haji Abdul Manan menjadi buruan utama oleh Belanda. Dalam pencarian itu Haji Ahmad dijadikan sandera karena Belanda tidak berhasil menemukan ayahnya. Dalam tawanan itulah Syair Perang Kamang ini diciptakan oleh Haji Ahmad Marzuki.
            Sebagai wujud penghargaan dan penghormatan bagi pejuang perang Kamang, dan agar kita generasi muda tidak lupa dengan peritiwa bersejarah itu maka pemerintah melalui kunjungan Menko Keamanan dan Pertahanan Jendral A.H.Nasution  meresmikan Makam yang terletak di dusun Kampung Budi Jorong Pakan Sinayan, Nagari Kamang Mudik. diresmikan penggunaannya  sebagai Komplek makam pahlawan ini diberi nama "Komplek Makam Pahlawan Perang Kamang Haji Abdul manan" pada tanggal 15 Juni 1962. Didalamnya terdapat 21 pahlawan yang meninggal pada perang Kamang tahun 1908 M. Para pahlawan yang dimakamkan di kompleks ini diantaranya : H. Abdul Manan, Kari bagindo, Haji Musa (Kakak H.Abdul Manan), Kadir St. Bagindo, ML. Sinaro, LB. Mudo/LB Kampua, Dt. Batudung, Udin/Idi, Suid Tk Parit panjang, Datuk N. Tingap, Sanan PK. Basa, Dt. Nan Hijau, MI. Saulah, M. Pandeka Mudo, Datuk Pandeka Ade, Deman, Usman, St. Mantari, M. Intan Mudo, Lb. Sutan, Kadir Bagindo.
            Selain yang di makam pahlawan ini, para pejuang perang kamang lainnya ada juga yang di kebumikan oleh pihak keluarga di makam keluarga atau pandam pakuburan suku-masing masing, sesuai dengan adat minangkabau.
            Setelah peresmian makam pahlawan itu A.H.Nasution   juga meminta agar perantau Kamang membangun tugu peringatan di tempat kejadian perang kamang yaitu di Kampung Tangah. Tugu dan makam pahlawan ini masih bisa kita saksikan dan ziarahi sampai sekarang.

            Berikut ini nama-nama pejuang yang tercatat
(namun pastinya banyak lagi yang belum terdata) :
A.      Pakan Sinayan
1.         H. Abdul Manan.                          7. Dt. Marajo Parik Panjang.
2.         Kari Bagindo.                               8. Dt. Rajo Sikumbang.
3.         Angku Rumah Gadang.                9. Pado Alam.
4.         Dt. Gunung Hijau.                                    10. Suik (Simabur).
5.         Dt. Sandaran.                               11. Tajik Malik (Simabur)
6.         Tuanku Parik Panjang.                            
B.      Bansa.
1.      Nyiak Tabek.                                 5. Dt. Mangkudun.
2.      Dt. Rajo Tukua.                             6. Dt. Kabasaran.
3.      Sutan Basa (Angku Gobah).          7. H. Karim
4.      Pado intan.
C.      Babukik.
1.      H. Samad.                                      11. Muhammad Hasin.
2.      Tuanku Pincuran.                          12. Malin Panduko Asiah.
3.      Malin Mudo Taik.                         13. Angku Basa Limau Kambiang.
4.      Bagindo Rajo.                                14. Malin bagak.
5.      Malin Sinaro.                                15. Sirun Malin Mudo.
6.      Angku Lubuak.                               16. Ipincua.
7.      Tuanku Tuo.                                  17. Tuanku Sumarang.
8.      Angku Bagindo Alam.                   18. Tuanku Malin Sirah.
9.      Dt. Batuduang.                              19. Sutan Rajo Pangulu.
10.  Taik Karunia.                                 20. Dt. Payuang.
D.     Pauah - Durian.
1.      H. Djobang (nyiak janggut).          6. Dt. Andaleh.
2.      Dt. Parpatiah Nan Sabatang.        7. Tuanku Imam (Pakiah sabatang).
3.      Dt. Simajo Nan Gagok.                  8. Dt. Kayo.
4.      Tuanku Nan panjang.                    9. Dt. Amat Kaciak.
5.      Sutan Bandar kaliru.
E.      Air Tabik
1.      Dt. Ijau.
2.      Tuanku Saliah.
3.      H. Ahmad Marzuki.
4.      Hj. Maryam.

Kesimpulan
Dari penjelasan diatas dapat di simpulkan bahwa :
1.      Persatuan Alim Ulama, Niniak Mamak, dan Cadiak Pandai di sebuah nagari akan membuat kekuatan perjuangan dan pembangunan nagari akan maksimal.
2.      Perjuangan menentang penjajahan dan kezaliman adalah sebuah keharusan, jadi kita sebagai gerenasi muda harus memperlihatkan usaha dan tindakan untuk menentang kezaliman dan penjajahan itu.
3.      Setiap tindakan dan usaha harus didasari oleh niat karena Allah, karena itu akan menjadikan usaha kita tersebut sebagai sebagai amal ibadah.
4.      Jangan melupakan kewajiban kita sebagai seorang muslim untuk melaksanakan Ibadah dan amal baik. Karena itu lah menjadi dasar atau pondasi kita untuk menghadapi tantangan masa depan.
5.      Untuk melakukan sesuatu harus didasari dengan ilmu, jadi tuntut lah ilmu demi hasil yang maksimal.
Sebagai penutup :
Tiap nagari punya episode yang bisa dibanggakannya. Tapi episode Kamang menjadi kebangaan Ranah Minang. Dimulai dari gerakan pemurnian Islam Oleh Tuanku Nan Renceh- pelopor munculnya gerakan Paderi sampai perang kamang 1908 menentang pajak blasting”.

Daftar Bacaan
1.      Tim Penyusun Sejarah Perang Kamang 1908, “Bunga Rampai Perang Kamang 1908”, Kamang Mudiak, 2008.
2.      www.aldiparis.com “perang-kamang-1908” 2008.
3.      www.alkamangie.wordpress.com “perang-kamang-1908”
4.      Dt Tan Tuah, www.padangekspres.co.id  “Menyegarkan Ingatan Tentang Kamang”
5.      Azwar “Jejak Luka: Kamang 1908 (Seabad Perang Kamang), 2008.
6.      Suryadi (Dosen & peneliti di Leiden Univeristy, Belanda), “Yang Tercatat dan Yang Terlupakan tentang Nagari “, Artikel  diterbitkan dalam Tabloid Nagari, edisi II, Tahun I, 24 Agustus - 06 September 2010, hlm. 3.
7.      http://agamkab.go.id , “Komplek Makam Pahlawan Perang Kamang H. Abdul Manan”.
8.      http://wisataohhwisata.blogspot.com “Perang Belasting 1908”.
9.      Diskusi dan tukar pikiran dengan tokoh masyarakat dan orang tua di Kamang Mudiak.
Data Pribadi Penulis
Nama Lengkap       : IRWAN SETIAWAN,S.Pd.
Tempat, Tgl Lahir   : Pakan Sinayan, 16 Agustus 1981
Alamat Rumah       : Jorong Pakan Sinayan, Kamang Mudiak, Kec.Kamang                                             Magek, Agam.
Organisasi              : Sekretaris Fron PAS
Email                     : irwansetiawan81@gmail.com
Website                 : www.keretaunto.web.id

Tidak ada komentar:

Posting Komentar